Beberapa hari terakhir, linimasa kita dipenuhi dengan potongan video seorang penceramah yang sedang dirujak oleh netizen Indonesia, karena di dalam video tersebut sang Penceramah mengatakan “goblok” kepada seorang bapak yang sedang berjualan es teh. Meskipun si Penceramah tersebut telah memberikan klarifikasi bahwa pada saat itu, beliau sedang becanda, dan beliau juga telah menemui si bapak penjual di rumah nya untuk meminta maaf secara langsung, namun tindakan tersebut belum bisa meredakan hujatan netizen.
Tentu kita sepakat, dalam konteks bercanda, ada batasan yang tidak boleh kita langgar. Ada prinsip-prinsip tertentu yang sangat tabu untuk dijadikan objek sebuah candaan. Raditya Dika pernah berkata, bahwa jangan pernah menyinggung kondisi seseorang, saat dimana orang tersebut tidak dapat mengubah kondisi tersebut. Misalnya kondisi fisik seseorang jangan dijadikan candaan karena itu termasuk pada body shamming.
Kembali lagi kepada video si Penceramah. Saya pribadi sering menonton ceramah-ceramah beliau, dan beliau cukup sering memberikan “guyonan” di sela-sela ceramahnya. Namun kali ini, candaan beliau berada “di pinggir jurang”. Saya sendiri melihat ekspresi si bapak penjual es teh ketika dikatakan goblok, sangat terenyuh.
Kita sering mendengar, bahwa bercanda itu Ketika kedua belah pihak tertawa. Jika hanya satu pihak, maka itu bullying. Ke depan nya, kita harus berhenti menormalisasi bullying, dengan berlindung di balik kata “hanya becanda”.
Leave a Reply