Jika ditanya, siapa sosok yang paling berpengaruh di dalam hidup mu? Aku pasti akan menjawab, Bapak ku. Mungkin akan terdengar sangat klise, karena anak mana sih yang tidak mengidolakan sosok bapak nya? Ya benar, sebagai anak lelaki bungsu dari tiga bersaudara, saya sangat mengidolakan sosok Bapak ku, walaupun dalam tahun-tahun yang panjang, di usia remaja hingga dewasa, aku sering kali berusaha mengingkari hal tersebut di depan bapak. Karena ego masa muda ku tidak ingin mengakui seberapa besar pengaruh bapak di dalam hidup ku.
Bapak bukan sosok fenomenal, terkenal maupun berpengaruh. Dia hanya lelaki biasa, seperti bapak-bapak lain pada umumnya. Namun banyak hal yang aku pelajari darinya. Aku dapat berkata, bahwa bapak adalah salah satu pribad paling jujur yang pernah aku kenal. Seorang abdi negara yang tidak memiliki ambisi apapun, yang pada akhirnya membuat keluarga kami hanya hidup biasa-biasa saja.
Aku ingat betul, bapak punya sebuah peti kayu yang sudah sangat tua. Usianya yang tua membuat warnanya berubah menjadi hitam. Bapak sudah memiliki peti itu jauh sebelum aku lahir. Peti itu selalu dia letakkan di bawah tempat tidurnya.
Saat aku kecil, aku sangat senang membuka peti itu. Baunya campuran antara kayu lapuk dan kertas-kertas lama yang menambah ketuaannya. Di sana lah bapak menyimpan semua dokumen-dokumen berharganya. Bapak juga menyimpan setumpuk album foto tua di dalamnya. Foto-foto masa muda bapak sampai foto-foto kami waktu masih sangat kecil-kecil.
Ketika bapak dipercaya menjadi bendahara di kantornya, tak jarang bapak menyimpan uang milik kantor di peti itu. Bapak selalu meletakkan kepercayaan penuh ke pada ku. Setiap kali dia akan pergi keluar rumah, kunci peti tua itu, akan bapak titipkan ke tangan ku.
“Nanti kalau ada orang yang mau menukar uang, ambil saja di peti, kuncinya bapak taruh di dekat tempat tidur.” Ya, itu lah yang bapak pesan kan kepada ku. Sebuah kepercayaan besar yang tentunya mengandung resiko yang sangat besar pula, apabila aku adalah sosok yang tidak bisa dipercaya.
Saat itu, aku tidak pernah diberi uang jajan. Karena sekolah ku cukup dekat dengan rumah, Ibu ku menyuruh ku untuk makan yang cukup dari rumah, agar di sekolah tidak perlu jajan. Terkadang aku tergoda untuk membuka peti hitam milik bapak. Aku tahu bahwa di dalam sana terdapat setumpuk uang milik kantor bapak. Jika aku mengambil satu lembar uang sepuluh ribu rupiah mungkin bapak tidak akan sadar. Palingan bapak hanya akan mengatakan bahwa dia salah hitung. Begitulah yang sempat terlintas di benak ku.
Namun pada akhirnya aku menyadari, bahwa kepercayaan yang bapak berikan nilainya jauh lebih penting dari sekedar uang selembar sepuluh ribuan atau seluruh uang yang ada di dalam peti itu. Aku pun membuang jauh-jauh niat tidak baik itu. Kepercayaan yang bapak berikan harus aku pelihara sampai kapan pun. Sekali aku mencuri uang dari peti itu, meski bapak tidak mengetahuinya maka selama nya aku akan menjadi pencuri dan aku telah menghianati kepercayaan yang bapak berikan.
Sekarang bapak tak lagi bersama kami, hari ini tepat tiga tahun bapak pulang ke Surga kembali kepada Sang Pemiliknya. Lewat sehari setelah bapak kami antarkan ke tempat peristirahatannya, kami memutuskan untuk membuka peti hitam milik bapak. Seperti biasa kuncinya tidak pernah disembunyikan oleh bapak. Saat peti di buka, aku mencium aroma yang sangat akrab, bau nya masih sama seperti yang ada di dalam ingatan ku, percampuran aroma kayu lapuk dan kertas-kertas tua. Tiba-tiba aku sangat merindukan bapak.
Di dalam peti itu tak lagi ada tumpukan uang, hanya tersisa uang lima juta dalam pecahan seratus ribu di dalam amplop putih. Dokumen-dokumen yang tersisa hanya milik pribadi bapak, karena dokumen milik ku telah aku simpan di rumah ku sendiri. Ada nostalgia yang tidak bisa aku ungkapkan saat memandang peti tua itu. Aku merasa saat itu bapak hadir di sana, karena sidik jari nya tentu masih tertinggal di sana. Kenangan ku kembali ke momen saat bapak menitipkan kunci peti.
Aku merenung, peti hitam ini menjadi simbol teladan akan kepercayaan yang pernah bapak berikan kepada ku. Melalui peti itu, bapak juga telah mengajarkan ku tentang arti kejujuran, tanpa harus mengutip ayat-ayat kitab suci. Karena ku akui hingga di masa dewasa ku, teladan yang bapak berikan itu membuat ku menjadi pribadi yang sangat menghargai arti dari sebuah kejujuran dan kepercayaan yang diberikan kepada ku.
Karena bagi ku, menjaga kepercayaan yang diberikan orang kepada kita seperti memegang sebuah gelas kaca di tangan, kita harus memegangnya dengan sangat hati-hati, Ketika kita tidak hati-hati maka akan terjatuh dan pecah berkeping-keping. Kejujuran dan kepercayaan itu sangat rapuh, sekali kita melakukan kesalahan maka orang tidak lagi mempercayai kita dan tidak lagi dianggap jujur.
Terima kasih bapak atas teladan yang telah bapak berikan. Mungkin tidak banyak waktu yang kita lewatkan untuk saling berbincang, namun sisa waktu yang pernah kita jalani adalah sebuah cerita hidup yang penuh makna dan pelajaran yang akan selalu aku pegang teguh.
***
Depok, 5 Maret 2023
Leave a Reply