Pilkada serentak telah selesai dilaksanakan pada hari rabu tanggal 27 November 2024. Bahkan di hampir seluruh daerah telah selesai melaksanakan rekapitulasi oleh KPUD, untuk selanjutnya dilakukan penetapan Calon Kepala Daerah Terpilih.
Ini menjadi Pilkada serentak yang dilakukan di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk yang pertama kali nya. Meskipun euforianya tidak “seheboh” pemilihan Presiden, namun di sejumlah wilayah dapat kita saksikan bahwa momentum pilkada ini cukup memanas.
Di Jakarta sendiri, pemilihan Gubernur tidak seramai periode sebelumnya. Perlu kita catat, pilkada Jakarta tahun 2017, harus kita akui cukup menghebohkan seluruh Indonesia meskipun kontestasi nya hanya di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini tidak lepas dari isu SARA yang cukup kental kala itu.
Kembali lagi dengan pilkada tahun 2024 ini. Tidak menutup mata bahwa momen pilkada ini juga banyak menimbulkan perpecahan di Masyarakat, walaupun mungkin tidak begitu luas. Tapi harus diakui, hal tersebut ada. Sebagai contoh, kejadian yang terjadi di Madura, adanya pertikaian antar pendukung paslon yang mengakibatkan korban jiwa.
Dari dulu saya bertanya, apakah fanatisme dukung mendukung calon, baik Presiden maupun Kepala Daerah ini sampai sebegitu nya? Saudara kandung bisa bertengkar hanya karena perbedaan pilihan. Padahal jika dilihat, setelah pilkada apa yang mereka dapatkan? Tidak ada. Paling hanya segelintir orang yang mendapatkan keuntungan berupa proyek dari jagoannya setelah menjabat nanti.
Lalu tim sukses yang lainnya bagaimana? Bagi yang tidak mendapatkan keuntungan dari paslon yang didukung, bisa jadi menjadi barisan sakit hati, yang kemudian mengambil posisi oposisi bagi calon yang dulu di dukung. Meskipun dalam negara demokrasi, mengkritisi pemerintah itu adalah hak warga negara.
Leave a Reply